Hari Kartini dan Pentingnya Literasi sebagai Jalan Perjuangan

Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Hari ini bukan sekadar momen untuk mengenang seorang perempuan dari Jepara, tapi juga untuk merenungkan kembali nilai-nilai perjuangan yang ia tinggalkan. Kartini tidak turun ke medan perang, tidak mengangkat senjata, namun ia melawan dengan pena. Ia menulis, berpikir, dan bermimpi tentang masa depan yang lebih terang bagi perempuan dan bangsanya.

Kartini adalah simbol keberanian intelektual. Ia melihat literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tapi sebagai jalan pembebasan. Di tengah keterbatasan ruang gerak sebagai perempuan priyayi, Kartini memilih untuk bergerak dengan caranya sendiri. Ia mulai dengan mengajar anak-anak perempuan di sekitarnya agar bisa membaca dan menulis—hal yang saat itu dianggap tidak penting bagi kaum perempuan. 

Setelah menikah, perjuangannya tidak berhenti. Justru dari rumah suaminya di Rembang, Kartini mendirikan sekolah khusus perempuan, tempat ia mengajarkan pengetahuan dasar, etika, dan keterampilan. Ia memahami bahwa lewat pengetahuan, manusia bisa bermimpi, berpikir, dan menentukan arah hidupnya sendiri.

Literasi Bukan Sekadar Membaca

Dalam konteks hari ini, perjuangan Kartini tetap relevan. Masih banyak masyarakat—terutama di daerah pedesaan—yang kesulitan mengakses pendidikan dan bahan bacaan. Anak-anak yang tumbuh tanpa buku, tanpa cerita, tanpa ruang untuk bertanya dan menyampaikan pikirannya.

Padahal, literasi bukan hanya soal kemampuan teknis membaca. Literasi adalah keberanian untuk bermimpi. Literasi adalah tentang bagaimana seseorang memahami dunia, mengolah informasi, dan menciptakan sesuatu yang bermakna dari sana. Ketika anak-anak diberi akses pada buku dan cerita, mereka belajar membayangkan dunia yang lebih luas dari tempat mereka berdiri.

Kartini dan Mimpi Anak-anak

Jika Kartini dulu berani bermimpi tentang kesetaraan dalam keterbatasan, maka anak-anak hari ini juga layak untuk bermimpi—terlepas dari latar belakang dan lingkungan mereka. Setiap anak yang membuka halaman pertama dari sebuah buku, tengah membuka pintu ke dunia baru. Di sanalah mereka bisa mengenal nilai, memahami makna, dan menumbuhkan harapan.

Itulah mengapa literasi tetap menjadi alat perjuangan. Bukan lagi hanya untuk perempuan, tapi untuk semua yang ingin dunia yang lebih adil dan berpengetahuan.

Meneruskan Jejak Kartini Lewat Literasi

Semangat Kartini tidak seharusnya hanya dikenang dalam upacara atau slogan. Ia perlu dilanjutkan melalui tindakan nyata, dengan menyediakan akses literasi, membangun budaya baca, dan menciptakan ruang tumbuh bagi gagasan-gagasan baru. Baik oleh keluarga, sekolah, komunitas, maupun lembaga-lembaga yang peduli pada pendidikan.

Sebab setiap buku yang dibuka, setiap anak yang berani menyampaikan pendapat, adalah bentuk kecil dari revolusi yang dulu diperjuangkan Kartini.

TBM Bintang Brilliant semoga bisa terus istiqomah mengambil bagian dalam semangat ini, menyediakan ruang belajar bagi anak-anak desa, memfasilitasi kegiatan literasi, dan menghidupkan kembali warisan pemikiran Kartini melalui cerita, buku, dan aktivitas kreatif.

Selamat Hari Kartini 21 April 2025 

Tidak ada komentar

Harap berkomentar dengan sopan dan sesuai topik

Gambar tema oleh 5ugarless. Diberdayakan oleh Blogger.